Posts

Showing posts from May, 2020

COVID19 DAN WAWASAN KEWILAYAHAN*

Image
penulis: a.m.sallatu Sumber foto logovcelebes.id   Covid19 adalah permasalahan kesehatan, yang nota bene adalah salah satu sektor pembangunan. Ataupun, dalam besarannya, termasuk bagian dalam sektor sosial. Bisakah Covid19 ini ditangani dan diselesaikan permasalahan nya secara sektoral ? Kata mustahil memang segera patut mengemuka. Oleh karena Covid19 lebih patut dilekatkan pada permasalahan wilayah dan kewilayahan. Lockdown, karantina, pembatasan, atau apapun substansi kebijakan penanganan yang ingin digunakan sepatutnya menggunakan, wawasan dasar wilayah dan kewilayahan.   Sadar atau tidak sadar, mulai dari penentu kebijakan, implementor, pelaku pembangunan bahkan masyarakat luas sendiri akan sangat naïf bila tidak mengakui betapa mendasar pentingnya, mulai cara pandang sampai kepada program dan kegiatan, termasuk Covid19 ini, yang harus berbasis wilayah. Wawasan wilayahnya harus terlebih dahulu diletakkan, baru memikirkan substansi penanggulangan apa yang dibutuhkan untuk menanganin

New Normal, kewarasan baru dan realitas objektif*

Image
gambar dari feepik.com ” Manusia sangat memerlukan kegilaan, jika ia menolak untuk menjadi gila, maka ia akan dimasukkan dalam bentuk kegilaan yang lain.” Penggalan kalimat  Dan Dostroyesvki diatas seakan mau bilang kepada kita bahwa dalam peradaban, kita menjaga kegilaan supaya tetap waras. Ya. Kita butuh orang gila untuk membuktikan kita waras dan kita butuh kewarasan supaya kita bisa menyebut orang lain gila. Nah apa yang terjadi ketika kewarasan berubah bentuk karena sebuah pandemi? Pemerintah kita menyebutnya New Normal atau Kenormalan baru seperti yang baru saja diumumkan oleh Badan Bahasa sebagai padanannya. Tapi new normal bukan hanya sebuah istilah guys, ini jauh lebih besar. Ia adalah sebuah wacana yang akan mempengaruhi kehidupan kita kedepannya, dan menjadi sebuah standar baru untuk kewarasan. Anda bisa bayangkan, sebelum masa pandemic kalau ada orang yg pake masker kemana-mana, sebentar-sebentar cuci tangan dan takut bersentuhan dengan orang lain dikategorikan dalam sebuah

Presentasi: Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya...

Image
diambil dari freepik.com Selama kurang lebih 2 tahun, pada kelas pembekalan kepada mahasiswa baru Universitas Hasanuddin yang saya fasilitasi, atau diminta mebawakan materi ke anak-anak muda milenial, saya selalu memulai dengan perkenalan seperti biasa, lalu saya sampaikan bahwa saya juga dulu pernah muda, culun, innocent , jelek (lebih jelek dari sekarang maksudnya). Mau lihat tampang saya waktu masih SMA? tiba tiba foto dibawah ini muncul di screen. foto dari tongkeli.blogspot.com   Bisa ditebak, reaksi mahasiswa dan mahasiswi seperti apa? yaa riuh!. Saya bahkan pernah melihat ada yang saling pukul dengan teman disebelahnya karena ngakak nda ketulungan. Saya menikmati reaksi mereka, membiarkannya reda sendiri lalu saya lanjut "iyaaa iyaaa,, lucu saya memang waktu itu saya masih jelek, silahkan diketawai. Tapi coba lihat bedanya sekarang?" lalu foto dibawah ini nongol di screen. foto diolah Reaksi mahasiswa kurang lebih sama (untuk tidak mengatakan lebih "gila"). L

Kapan pandemi akan berakhir?

Image
Foto dimodifikasi dari freepik.com Pertanyaan ini saya yakin ditanyakan oleh semua orang, baik secara terang-terangan atau pun cuma menggumam dalam hati saja. Akhir dari pandemi adalah harapan kita semua. Namun, siapa yang benar-benar bisa menjawab pertanyaan ini? Para sejarawan mencoba menjawabnya Salah satu artikel yang saya baca menjelaskan bahwa pandemi ini memiliki akhir dalam dua perspektif. Pertama, berakhir secara sosial. Orang-orang akan sampai pada titik jenuh untuk dibatasi ruang geraknya. Di beberapa negara, hal ini sudah terjadi, dimana orang-orang sudah tidak mau lagi tinggal dirumah dan memilih untuk beraktifitas seperti biasa. Pertimbangan pemerintah untuk membuka pembatasan sosial juga banyak dipengaruhi dinamika "berakhir sosial" ini, orang ingin bekerja untuk mendapatkan uang membiayai hidupnya dan keluarga. Dalam masa pandemi, kebijakan lebih dipengaruhi oleh hal ini bukan data medis dan kesehatan masyarakat (Brandt, 2020) Kedua, berakhir secara medis. Akh

Pandemi Covid19: Ujian Bagi Evidence Based Policy

Image
gambar diambil dari freepik.com Sulawesi Selatan dan ibukotanya, Makassar, saat ini dipimpin oleh akademisi dengan jabatan (sebagian masyarakat umum memaknainya sebagai sebuah gelar) tertinggi dalam dunia pendidikan: Professor. Saya yakin bahwa banyak orang yang berharap kedua pemimpin itu dapat merumuskan kebijakan-kebijakannya dengan berbasis pada obyektifitas, memiliki bukti-bukti yang didapatkan melalui serangkaian proses sistematis, semua bersesuaian dengan nature dari jabatan/gelarnya. Hal ini dikenal sebagai kebijakan berbasis bukti atau evidence based policy . Sebuah tantangan yang tidak mudah mengingat bahwa dunia kebijakan sangat kompleks dan terlalu banyak faktor yang mempengaruhi, bukti dan/atau hasil riset hanya salah satu faktor saja.  Mengapa kita layak berharap pada kebijakan berbasis evidence ? Meskipun bukan menjadi hal baru karena sejak zaman Yunani Kuno, Aristoteles telah mengajukan pemikiran tentang perlunya kontribusi beragam pengetahuan pada pembuatan aturan. Se

Saya tidak mau berdamai dengan Covid19

Image
gambar diambil dari freepik.com Berdamai itu seperti apa? jika dalam konteks kita berkonflik atau berperang maka secara sederhana makna berdamai itu adalah kedua belah pihak bersepakat untuk tidak saling serang. Menurut KBBI, perdamaian adalah penghentian permusuhan/perselisihan. Damai dalam artian lain adalah kondisi dimana ketiadaan konflik, kondisi aman, tenteram, tenang, rukun.   Kita diajak berdamai dengan covid19, artinya ada 2 pihak; kita dan covid19. apakah kontek perdamaian perang/konflik lebih pas untuk memaknai himbuan perdamaian dengan covid ini atau dalam makna kondisi aman, tenang dan rukun. Jika ada 2 pihak, maka yang paling relevan adalah konteks dua belah pihak berkonflik. Toh selama ini ramai narasi "perang melawan covid19". Jika berdamai dalam konteks perang, maka kedua belah pihak dituntut untuk melakukan sesuatu agar kondisi damai bisa terwujud. Bisakah kita bernegosiasi dengan virus covid19 ini agar dia melakukan sesuatu agar kita bisa berdamai? Rasanya